Anak adalah titipan Tuhan, anugerah yang diberikan Tuhan kepada
orang tua, manusia seutuhnya yang memiliki harkat dan martabat, pewaris
risalah, penerus regenerasi bangsa.
Jumlah penduduk Indonesia menurut Badan Pusat Statistik hasil sensus
tahun 2006 adalah 222.191.544 jiwa, dimana 35,98% nya adalah anak-anak. Dengan
jumlah anak yang demikian besar, adalah menjadi harapan bagi penulis untuk
memberikan gambaran dampak media bagi perkembangan pelajar, terutama
perkembangan mentalnya sebagai generasi penerus bangsa.
Dampak media disini yang dimaksud adalah media informasi dan
telekomunikasi baik cetak maupun elektronik, seperti koran, majalah, radio,
televisi, video, internet, dan perangkat komunikasi seperti telepon dan telepon
genggam (handphone).
Media akan bersifat positif jika : muatanya edukatif (bersifat
mendidik), entertaint (hiburan semata) yang dimanfaatkan untuk olah rasa
dan pencerahan, dikonsumsi secara proporsional, dan ada pendampingan sebagai
tempat bertanya baik oleh orang tua atau siapa saja sebagai pendamping anak
dalam menikmati media. Sebaliknya, media akan bersifat negatif jika : muatannya
tidak edukatif, dalam hal ini pada umumnya bersifat pornografi dan kekerasan; hiburan
yang bersifat atau mengungkapkan pelecehan atau kata-kata kasar, tidak
proporsional (dikonsumsi lebih dari 2 jam secara terus menerus), tidak ada
kontrol dan pengawasan orang tua.
Menurut TopTenReviews.com@2006,
rata-rata usia anak mulai mengenal pornografi adalah pada usia 11 tahun
dan penggemar internet pornografi adalah
anak usia 12 – 17 tahun. Dan menurut sumber tersebut juga, bahwa statistik
industri pornografi di internet adalah sebanyak 4,2 juta website pornografi,
sedangkan di Indonesia sendiri terdapat 100.000 website yang bersifat
pornografi dengan studi penelitian bahwa Indonesia masuk dalam peringkat ke-7
terbesar dunia yang mengakses website pornografi. Dengan prosentase jumlah anak
Indonesia, maka hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua,
pemerintah dan kita semua agar dampak negatif dari media tidak mempengaruhi
perilaku anak Indonesia.
Di samping media internet, televisi merupakan media yang hampir
menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan anak. RCTI yang
disiarkan di 390 kota dan menjangkau 169,9 juta populasi penduduk Indonesia,
SCTV yang disiarkan di 260 kota dan menjangkau 167,8 juta populasi penduduk
Indonesia, Indosiar yang disiarkan di 176 kota dan menjangkau 170 juta populasi
penduduk Indonesa, dan TPI yang disiarkan di 138 kota dan menjangkau 129,7
populasi penduduk Indonesia (Tempo, 19/03/2006) adalah stasiun-stasiun televisi
swasta yang menayangkan berbagai konten yang dapat dinikmati oleh sebagian
besar penduduk Indonesia terutama anak-anak.
Menurut Dr. Victor B. Claine, seorang psikolog, bahwa perilaku
menyimpang anak-anak akibat dampak negatif media pornografi dapat berupa:
adiksi (bertambahnya animo seksual anak), eskalasi (perilaku seksual yang
semakin menyimpang—phaedophilia), desentisasi (berkurangnya rasa sensitivitas
anak), dan acting out (mencoba dan bertindak seksual). Bahaya pornografi
ini akan semakin meluas dan berakibat kepada ekploitasi dan komoditasi pada
anak, remaja dan perempuan dewasa; erat kaitanya dengan pelacuran dan
perbudakan seks, perilaku menyimpang dalam seks, sampai dengan resiko
reproduksi pada anak seperti HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya.
(Sumber: Wirianingsih, 2008, Ketua Umum ASA Indonesia)
Hal-hal inilah yang harusnya kita semua hindari dan coba pahami,
betapa rentannya anak terhadap resiko yang diciptakan oleh media. Dampak
positif atau negatif media hendaknya menjadi sebuah acuan bagi orang tua untuk
mendidik anak. Perilaku menyimpang tidak akan terjadi jika orang tua
memperhatikan pendidikan dasar agama dan prakteknya, dapat berkomunikasi dengan
baik dengan anak, tidak gagap teknologi, serta mempunyai waktu yang cukup untuk
anak.
Tugas dan tanggung jawab orang tua tidak hanya sampai disitu, orang
tua harus mampu berkomunikasi setiap saat dengan anak, mengenali diri anak,
menumbuhkan harga dan rasa kepercayaan diri, membiasakan anak untuk berpikir,
memilih dan mengambil keputusan, serta membekali anak dengan pengetahuan dan
keterampilan.
Orang tua harus mampu menyelesaikan setiap urusan dalam rumah
tangga, agar anak merasa nyaman dan dapat berkembang sebagaimana mestinya.
Memberikan kenyaman dan sentuhan orang tua yang diidam-idamkan seorang anak.
Menjaga dan melindungi mereka dari setiap hal yang akan merusak perkembangan
anak, seperti mewaspadai dengan siapa dan bagaimana anak bersosialisasi di sekolah
maupun di luar sekolah.
Untuk itulah, orang tua yang baik adalah orang tua yang mampu
mendidik dan membina anak-anaknya agar benar-benar menjadi anak generasi
penerus bangsa, yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi, serta menjadi
pewaris risalah dan bekal yang berharga di akhir nanti.
Penulis,
Agus
Triono, S.Pd.
(SMA
Negeri 1 Sobang)